Pages


 

Friday, August 20, 2010

[ Cerita ] Anakku Tewas Di Tangan Dukun

0 comments

ANAKKU TEWAS DI TANGAN DUKUN

Akibat terlalu percaya terhadap keampuhan ilmu pengobatan dukun akhirnya Nek Maryam (samaran) harus merelakan buah hatinya pergi untuk selamanya, berikut penuturan lengkapnya kepada Hamdani dari Tabloid Modus Aceh di rumahnya yang terletak di pesisir utara sebuah kecamatan di Kabupaten Bireuen.

Aku adalah seorang janda yang mempunyai delapan orang anak yang semuanya telah dewasa dan berumah tangga, hanya satu orang yang belum menikah yaitu anak perempuanku Nurmi (sebut saja demikian) yang telah menginjak usia 25 tahun, dia adalah putri bungsuku. Hanya Nurmi satu-satunya yang menemani hari-hari tuaku di rumahku yang sederhana ini, sehingga segala kasih sayang kucurahkan kepadanya.

Tetapi yang sangat menyedihkan aku adalah Nurmi sudah lama menderita semacam penyakit aneh, Nurmi sering seperti orang yang kehilangan ingatan pada saat-saat tertentu, anehnya penyakit ini selalu kambuh waktu mau memasuki bulan puasa, sehingga dengan keadaannya ini mengundang keprihatinan keluarga dan tetangga, hal ini wajar karena Nurmi adalah anak yang baik dan merupakan seorang gadis yang alim yang sehari-hari kalau tidak sakit kerjanya mengajar ngaji anak-anak di kampung.

Berkali-kali kami telah berusaha mencari pengobatan utnuk Murni, banyak orang pintar yang telah kami datangi sebagai upaya penyembuhan Nurmi tetapi semuanya sia-sia yang ada uang yang kukumpul pelan-pelan habis tiada guna. Aku nyaris tidak percaya lagi terhadap segala informasi dari orang-orang yang mengatakan bahwa ada orang sakti yang mampu mengobati penyakit. Aku mulai pasrah dan berserah diri kepada Allah terhadap derita anakku.

Sampai suatu hari ada seorang dukun dari desa tetetangga yang melakukan prosesi pengobatan di kampungku, dukun tersebut terkenal sakti dan ampuh dalam mengobati segala macam penyakit, tetapi prosesi pengobatannya terbilang aneh dan langka yakni dengan cara mengubur pasiennya hidup-hidup tetapi masih menurut informasi dari beberapa tetangga dikuburnya hanya setengah badan. Banyak orang yang telah sembuh dengan cara pengobatan aneh tersebut, sehingga menggerakkan keinginan keluarga kami untuk mencoba cara pengobatan yang walau menurut kami itu aneh dan menakutkan.

Akhirnya aku memanggil beberapa orang anakku untuk berembuk dan bermusyawarah untuk mencoba mengobati Nurmi pada dukun tersebut, dan Nurmi sendiri pada awalnya tidak mau untuk berobat pada dukun tersebut alasannya takut kalau harus dikubur, tetapi setelah kami bujuk-bujuk apalagi saat itu hampir menjelang Ramadhan dimana biasanya penyakit aneh tersebut kambuh akhirnya Nurmi bersedia, apalagi dilandasi tekadnya untuk yang menggebu-gebu untuk bisa melaksanakan puasa dengan kusyu’ di bulan puasa kali ini setelah beberapa puasa banyak yang tinggal akibat penyakitnya kambuh lagi.

Setelah dicapai kata sepakat akhirnya datanglah Nurdin (samaran) Abang Nurmi kepada sang dukun untuk menanyakan tentang perihal pengobatan dan segala proses yang menyangkut dengan pengobatan itu, walau saat itu Nurdin masih tetap ragu dengan cara-cara yang dipraktekkan oleh sang dukun tetapi demi sebuah usaha apapun konsekwensinya akan tetap dilakukan demi sang adik.

Akhirnya diperoleh sebuah kesepakatan untuk memulai pengobatan terhadap Nurmi, hari itu setelah segala syarat-syarat dan perlengkapan di peroleh maka dimulailah prosesi pengobatan tersebut oleh sang dukun yang masih berusia muda itu. Aku hanya bisa pasrah dan berdoa semoga penyakit anakku segera sembuh.

Hal yang pertama dilakukan oleh sang dukun adalah mengelilingi sebuah lingkaran api yang telah dipersiapkan oleh sang dukun di dapur rumahku, saat itu masih kulihat wajah Nurmi yang pucat dan cemas melihat ke arahku. Saat mendengar perintah dukun untuk menyiapkan sebuah lubang kubur yang menjadi bagian dari upacara pengobatan tersebut, padahal sebelumnya dukun tersebut telah berjanji tidak ada acara kubur mengubur dalam pengobatan Nurmi. Tetapi anehnya tidak ada yang berani dan mampu membantah perintah sang dukun tersebut, kami semua seperti dihipnotis saat itu.

Setelah lubang penguburan siap di dalam kamar Murni sendiri akhirnya sang dukun membawa Murni masuk ke dalam kamar yang telah siap dengan lubang kubur tersebut, Murni hanya bisa menatapku sekali lagi dengan wajah yang kelihatan sangat ketakutan, dia seakan minta pendapatku. Tapi aku saat itu benar-benar terpaku dan tidak berdaya, timbul keraguan dan ingin memberontak pada keadaan tapi aku tidak mampu bersuara, aku seperti dihipnotis oleh dukun biadap itu, ternyata tatapan Nurmi adalah tatapan terakhir untukku.

Setelah dibawa ke kamar pintu dikunci dari dalam, aku tidak ikut masuk karena tidak tega melihat Murni di kubur hidup-hidup, hanya Nurdin abangnya yang selalu mendampingi. Saat itu aku sudah pasrah terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, niatku adalah usaha untuk melakukan pengobatan buat anakku, meski naluri keibuanku mengatakan ada hal yang kurang beres akan segera terjadi.

Setelah menunggu dengan harap-harap cemas tidak lama kemudian pintu kamar terbuka, ternyata prosesi pengobatan telah selesai. Kemudian kulihat pintu kamar dikunci dari luar oleh sang dukun dan kuncinya ikut dikantongi, dan dukun tersebut mewanti-wanti kepada kami untuk tidak sesekali membukakan pintu kamar tersebut karena resikonya akan sangat besar terhadap pasien.

“Kalian jangan coba-coba membuka pintu kamar ini, karena kalau kalian berani membukannya maka pasien akan berubah jadi kucing hitam”. Demikian ujar sang dukun dengan penuh keyakinan.

Kemudian dukun muda itu melanjutkan, “Nanti dalam satu atau dua hari lagi aku akan balik lagi ke rumah ini untuk mengontrol pasien”. Demikian pesannya sebelum beranjak pergi dari rumahku.

Meski dengan perasaan cemas dan kuatir kami hanya bisa pasrah dan mematuhi segala perintah dukun tersebut, semua ini kami lakukan demi kesempurnaan pengobatan Nurmi, karena semua sayang sama dia.

Satelah kami semua menunggu dengan penuh rasa cemas ternyata dukun itu baru muncul pada hari ketiga, kemunculannya juga dengan sangat mengejutkan dan tiba-tiba sambil berkata, “Kenapa kalian bengong? Itu si Nurmi sudah mati dia cepat angkat dia dari kubur”. Ujar dukun tersebut dengan suara keras.

Mendengar kata-kata dukun itu maka paniklah kami semua, aku nyaris pingsan karena dilanda kesedihan. Maka buru-buru lah pintu kamar di buka, saat pintu dibuka ada bau menyengat yang menyeruak keluar dari sebilah bambu yang ditancap di atas kubur sebagai sarana pernapasan.

Akhirnya dengan terburu-buru dibantu oleh sang dukun biadap itu kubur yang dilapisi dengan beberapa potong papan itu dibuka. Setelah berhasil dibongkar akhirnya terlihatlah sesosok mayat Nurmi yang sudah membusuk dan menyebarkan aroma yang tidak sedap di dalam lobang kubur yang dibuat sang dukun. Melihat fenomena itu aku menangis histeris, sehingga beberapa orang tetangga mencoba menenangkanku.

Akhirnya mayat Nurmi berhasil dikeluarkan dari lubang kubur yang dibuat sang dukun, saat itu anggota keluarga dan tetangga mulai panik dan emosi terhadap dukun itu sehingga melihat gelagat yang tidak menguntungkan itu akhirnya sang dukun mengambil langkah seribu, takut dikeroyok massa.

Tinggallah kami meratapi nasib Nurmi yang telah membujur kaku membusuk menjadi mayat, akhirnya untuk tidak larut dalam kesedihan mayat Nurmi segera difardhu kifayahkan karena tidak mungkin di tahan-tahan lagi mengingat kondisinya yang sudah membusuk.

Beberapa hari kemudian aku mendengar kabar bahwa sang dukun telah ditangkap oleh pihak KPA kemudian deserahkan kepada pihak kepolisian untuk menjalani proses hukum selanjutnya. Tinggallah aku dalam kesedihan yang mendalam karena harus kehilangan anak bungsu yang paling kusayang karena hanya Nurmilah yang selama ini menemani dan merewatku.

Aku hanya bisa berharap semoga dukun itu bisa dijatuhi hukuman yang setimpal atas segala perbuatannya, apalagi di hari yang sama kudengar ada juga seorang anak yang tewas karena menjalani proses pengobatan pada dukun tersebut. Entah ilmu hitam apa yang dipraktekkan oleh dukun tersebut sehingga harus menumbalkan manusia dalam proses pengobatannya. Entahlah aku tidak mau berpikir lagi aku sudah pasrah dan berdoa semoga arwah anakku tenang di alam baqa.***


sumber : danijurnalis-blog

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Kerana Memberi Komen. Saya amat menghargainya.

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Please note, Some writing and writer in this blog is the result of individual thought.The writers are free to write and give an opinion on an issue raised in accordance with the title of this blog (Seng Wani) which means "The Brave".Thank You and Best Regards